Laman

Jumat, 11 Desember 2009

Otak yang Tak Begitu Lurus


Tahukah anda apa yang dimaksud dengan otak? Otak adalah seperangkat hardware yang sudah dibundel dengan keseluruhan tubuh manusia ketika manusia itu terlahir. Otak adalah bagian yang kurang penting dalam khazanah ketubuhan manusia. Namun otak berperan penting bagi manusia dewasa dalam menjalankan kehidupannya. Otak meliputi fungsi emosi, psikologi, dan harga diri.

Bagi sebagian orang mereka merasa nyaman dengan otak mereka yang kondisinya lurus. Maksud lurus di sini adalah lempeng, tanpa tikungan. Mereka merasa enak dan sedap dalam berpikir dengan otak lurus mereka. Karena jika lurus, pikiran akan menuju kepada sasaran yang tepat lagi cepat. Namun mereka tidak mengetahui akibat dari kelurusan otak mereka sendiri.

Otak yang sangat lurus, mengakibatkan orang mudah stress, tegang, kejang-kejang, sampai menggelinjang. Selain itu mereka juga sangat mudah marah, emosi yang berlebihan, dan tidak mau dibencandai. Mereka lebih berpotensi terkena berbagai penyakit, dari penyakit ringan, penyakit menengah, sampai penyakit berat. Oleh karena itu mereka butuh ritual untuk membengkokkan otak mereka sedikit demi sedikit.

Orang-orang yang telah melakukan ritual pembengkokkan otak merasa lebih ringan dalam menjalani hidup. Mereka memandang segala sesuatu dengan rasa yang ringan. Namun begitu mereka tetap berprestasi. Namun bukan dalam akademik, melainkan dalam hal-hal yang tidak begitu penting. Seperti,...seperti.....Pokoknya ada deh. Percaya sama saya!

Cara membengkokkan ota amatlah mudah. Cari permukaan yang keras dan benturkan kepala teman Anda sampai benjol. Ya, kepala teman Anda, jangan kepala Anda. Tapi tentunya hanya dalam imajinasi dan khayalan. Jangan dilakukan di dunia nyata.

NB: Jangan terlalu percayai teori tersebut. Karena teori tersebut disebut-sebut ditulis oleh orang yang berjanggut yang notabene mempunyai otak yang tak lagi lurus dan tinggal sedikit.


(sumber gambar: http://malefis.u-strasbg.fr/site/index.php?option=com_content&task=view&id=40&Itemid=121)

Rabu, 09 Desember 2009

Penggerebekan Teroris di Rumah Kami



Entahlah, apa yang dimaui oleh teroris berbulu hitam dan berekor panjang ini. Beberapa dari mereka berhasil menyusup ke dalam kediaman kami yang terletak di tengah pegunungan Alpen ini.

Pintu penjagaan rumah kami sebetulnya sangat ketat. Sangat tidak mudah untuk masuk ke dalam kediaman kami. Kalaupun ada yang berniat jahat dan berniat masuk ke dalam dengan berhasil merusak gembok seberat 2,5 kuintal dan rantai kapal Titanic yang disambung dengan tambang layar kapal Flying Dutchman, orang itu belum bisa masuk ke dalam ruangan rumah kami. Karena begitu tiba di pintu kayu jati kualitas tinggi, jika ia ingin masuk, maka akan ada verifikasi password yang sangat rumit. Selain itu jika berhasil memecahkan password, maka akan ada tes yang mengharuskan ia menyelesaikan soal-soal Fisika dan Kimia yang dipakai untuk seleksi masuk Nanyang University. Jika ditinjau dari fakta-fakta tersebut, berpikirlah dua kali jika ingin menyusup ke kediaman kami.

Namun keluarga kami sedikit lupa dan khilaf akan salah satu gerbang masuk yang tidak dipasang pengamanan serupa dengan pintu depan. Gerbang itu adalah, pintu dapur! Dari mulai terbit fajar sampai tenggelamnya matahari pintu itu terbuka lebar layaknya pintu maaf di hari lebaran. Menurut penyelidikan agen polisi Prof. Dr. Lukman Nurhakim, M.Hum, pintu itulah yang berhasil dilewati oleh teroris berbulu hitam dan berekor panjang itu. Teroris itu tidak bergerak sendirian, namun mereka terdiri dari beberapa individu. Setelah melewati pintu dapur, mereka berpencar. Ada yang bersembunyi di tempat sampah dapur, kolong kulkas, bahkan ada yang berhasil memanjat dan bersembunyi di lemari kitchen set. Dan yang paling parah, ada satu dari mereka yang bersembunyi, di kamar saya! Padahal, jarak dari dapur ke kamar saya cukup jauh. Dengan berjalan kaki dari dapur, setelah dua purnama baru akan sampai ke kamar saya. Itupun kalau arus mudik sudah semakin sepi.

Sungguh kurang ajar memang teroris itu. Saya baru tahu kalau dia mendiami kamar saya selama beberapa abad, ketika saya sedang berkegiatan dengan komputer-lesehan saya di dalam kamar. Di sebelah kiri komputer-lesehan terdapat lemari buku, dan di kirinya lagi, terdapat rak pernak-pernik setinggi empat tingkat. Ketika saya baru berkegiatan dengan komputer-lesehan memang sudah terdengar suara grasak-grusuk dari balik lemari buku. Awalnya saya tidak begitu curiga. Namun setelah tidak lama, ada sosok berbulu hitam dan berekor panjang yang memanjat dan berhasil mencapai puncak rak pernak-pernik. Spontan (uhuyy!!) saya kaget. Walaupun ukuran tubuhnya satu per sepuluh tubuh saya, tetap saja saya geli dengan wujudnya itu. Saya langsung berdiri dan hendak kabur. Namun teroris itu pun tak kalah kaget dan kembali turun untuk kembali ke balik rak buku. Sudahlah, walaupun ia bertubuh kecil, tapi saya selalu gentar dengan makhluk satu itu. Biar Agen Kepala saja yang menghabisinya nanti kalau ada kesempatan.


Benar saja, saya langsung lapor ke Agen Kepala (ayah saya) pada suatu kesempatan. Katanya, ia akan menggerebek kamar saya pada akhir pekan. Selama menunggu, saya selalu waspada jika berada dalam kamar. Takut-takut kalau teroris itu mengintip saat saya sedang ganti baju.

Besok adalah akhir pekan. Ya, tandanya besok akan ada penggerebekan kamar saya untuk menuntaskan teroris. Namun tak disangka dan tak diduga, ketika keluarga kami sedang asyik bersantai pada malam hari, saya melihat si teroris berbulu hitam dan berekor panjang itu keluar dari kamar saya. Ia berhenti di depan pintu kamar tatkala melihat saya. Seperti refleks saya berteriak, “itu dia terorisnya!” Tak ayal, teroris itu kembali masuk ke dalam kamar.

Kemudian Agen Kepala memutuskan untuk melakukan penggerebekan pada malam ini juga. (Deg!)

Agen Kepala langsung mempersenjatai diri dengan sapu ijuk dan memanfaatkan gagangnya. Agen Kepala memang rendah hati, karena hanya perlu senjata berupa sapu ijuk. Saya pun disuruh mempersenjatai diri dengan sebuah pedang panjang samurai peninggalan pendekar legendaris Musashi yang akhirnya dibeli oleh Si Pitung dan kemudian dilelang dan dimenangkan Jaka Gledek, hampir saja pedang itu dicuri Sinto Gendeng atas perintah Wiro Dablek. Selain itu, Agen Bawang (adik saya) pun disuruh mempersenjatai diri dengan AK47 (sebenarnya hanya sebuah paralon kurus bertuliskan ‘AK47’ yang ditulis oleh entah siapa).

Penggerebekan pun dimulai. Kami bertiga memasuki kamar saya yang sempit dan panas karena ventilasinya malas dibuka. Kamar ini hanya berupa ruangan yang berisi barang-barang kebutuhan saya minus ranjang alias tempat tidur. Kata ibu saya, “lu mah kagak perlu tempat tidur. Sekalinye dikasi tempat tidur, lu kagak perneh tidurin, alesannye ‘erep-erep’-lah.”

“Di mana dia bersembunyi?” Tanya Agen Kepala kepada saya.

“Terakhir saya lihat, dia bersembunyi di balik rak buku.”

Agen Kepala langsung memberantakkan posisi rak buku, rak pernak-pernik, meja komputer lesehan dan mulai menyodok-nyodokkan gagang sapu ke sekitar situ.

“Kok gak ada?”

“Iya, ya. Padahal dia bersarang di sini.”

Kemudian Agen Kepala mulai memberantakkan seluruh perabot yang ada di kamar saya, berharap menemukan teroris itu. Saya pun turut membantu memberantakkan apa-apa yang ada di sana. Kemudian sambil Agen Kepala menarik dan menyodok gagang sapu ke segala penjuru, saya berinisiatif untuk mengangkat sebuah bungkusan plastik kresek besar berisikan busa sofa yang teronggok di sudut ruangan. Benar saja, di bawahnya sesosok makhluk kecil berbulu hitam dan berekor panjang berada di situ dan langsung lari ketika ketahuan tempat persembunyiannya. Ia berlari keluar kamar.

Singkat cerita terjadilah pengejaran, pemukulan dan peneriakan kami bertiga terhadap teroris itu. Saya lebih banyak menjauh karena saya belum bisa menghilangkan rasa geli terhadap makhluk itu. Namun saya tetap menggenggam pedang samurai yang sepertinya akan lebih baik disimpan di museum daripada saya pegang dan tidak diapa-apakan.

Pengejaran terjadi di ruang tamu dan beralih ke ruang makan. Agen Kepala mencoba terus memukul teroris yang terus menghindar dengan gagang sapu, tapi selalu meleset sampai akhirnya gagang sapu itu patah jadi dua. Dengan semangat yang menggelora Agen Kepala menyabet paralon yang digenggam Agen Bawang yang sepertinya sama dengan saya, tidak bisa berbuat banyak, dan kembali mencoba memukulkannya pada teroris berbulu hitam itu.

Kemudian teroris itu berlari dan menuju dapur. Agen Kepala terus mengejarnya dan kejadiannya begitu cepat, tidak terlihat dan tidak terdengar, tiba-tiba Agen Kepala berhenti mengejar dan memukul. Beliau memandang ke arah saya dan berkata, “sudah selesai.”

Awalnya saya tidak paham apa maksud Agen Kepala. Namun saya melihat ke sudut dekat pintu dapur dan saya melihat teroris kecil berbulu hitam dan berekor panjang itu sudah terbaring lemas. Saya langsung mengerti. Sepertinya Agen Kepala dengan sangat tepat memukulkan paralonnya ke tubuh empuk teroris itu sehingga tidak terdengar sama sekali suara hasil pukulannya. Akhirnya, riwayat teroris itu tamat.

Inilah pelajaran bagi kita semua untuk tetap menjaga kebersihan dan keamanan rumah kita. Kita harus senantiasa merawat istana yang di dalamnya kita tumbuh dan besar. Walaupun rumah itu bukan milik kita, karena bisa jadi milik pemerintah sehingga tidak boleh diperdagangkan, kita harus tetap merawat dan menjaganya. Karena walaupun kita tidak memiliki, tetapi kita bisa menikmati.

Akhir kata, Wassalam!





Bekasi, 8 Desember 2009
(sumber gambar:
1. http://219.83.122.194/web/index.php?option=com_content&view=article&id=3271:fkpi-sayangkan-tindakan-polri-terhadap-teroris&catid=47:hukum-dan-kriminal&Itemid=114
2. http://www.uconline.co.uk/html/cool_pictures.html)

Balada Guru Tua yang Dedikatif


Suatu hari di sebuah sekolah. Di dalam kelas yang muram dan dingin. Kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Dipimpin seorang pak guru yang tengah berusia lanjut. Namanya Pak Jakma.

“Pak apakah katak melakukan pembuahan telur di luar tubuh betinanya?” Tanya salah seorang murid yang duduk di luar kelas. Maklum, kapasitas kelas terbatas.

“Sebentar saya pikir-pikir dulu,” kata Pak Jakma sambil menaruh telunjuk di jidatnya, namun salah, malah ke matanya. “Alalalah….kecolok…”

Pak Jakma berpikir cukup lama, sekitar tujuh purnama. Dia berpikir kenapa dia sangat sulit menjawab pertanyaan muridnya. Dia kan guru, harusnya dengan mudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dari murid-muridnya. Pak Jakma kembali berpikir cukup lama. Sudah lima puluh tahun dia mengajar pelajaran Geografi. Tapi kenapa hanya karena sebuah pertanyaan katak yang melakukan pembuahan…NAH! Memangnya Geografi mempelajari cara pembuahan katak?? Hah betapa bodohnya saya, pikir Pak Jakma.

“Hei anak muda! Ini pelajaran Geografi. Kenapa kamu bertanya tentang katak?” Tanya Pak Jakma pada murid yang bertanya.

“Lho, inikan jam pelajaran pertama?” kata murid itu yang belakangan diketahui bernama Ngarbo.

“Iya, memang. Ini jam pelajaran pertama. YAITU GEOGRAFI!!!” Pak Jakma mulai terpancing emosi.

“Lho, jam pertama bukannya Fisika, Pak?” Tanya Ngarbo.

“Bukan dong!” Kata Pak Jakma. Anak yang satu ini benar-benar ceroboh, pikir Pak Jakma. Bisa lupa dengan jadwal pelajaran. Pelajaran Geografi disangka Fisika. Lha kok??? Murid itu berpikir bahwa sekarang pelajaran Fisika tapi dia bertanya tentang pembuahan telur katak? AAaaaarrrggghh…..!!! Itukan bukan materi Fisika!

Pak Jakma kini diliputi stress. Tapi dia mencoba tegar dan bertahan karena masih sisa satu setengah jam lagi pelajaran ini.

Pak Jakma kembali memperhatikan Ngarbo. Rambut cepak dengan wajah gaya Renaissance pada periode musik klasik dan romantik. Ngarbo terlihat jelek dengan setelan batik warna dasar putih dan motif cakram berwarna hijau. Hah? Kok batiknya lain? Seingatnya SMA YPI batiknya berwarna dasar biru dan motif batik yang berwarna hitam. Pak Jakma mengalihkan pandangannya ke murid-muridnya yang lain. Pak Jakma kaget, hatinya mencelos. Murid-murid lain jika dipandang bernuansa coklat-coklat. Ya, murid lain memakai seragam Pramuka. Hanya Ngarbo yang memakai batik, itupun batik milik sekolah lain.

“Anak muda, kanapa kamu tidak pakai Pramuka?” Tanya Pak Jakma pada Ngarbo, “dan ke mana batik YPI-mu?”

“Batik YPI? Kenapa harus memakai batik YPI di SMA Satu?” Ngarbo balik bertanya.

Pak Jakma kembali bingung. SMA Satu? Apa maksud dari anak ini? Keringat mulai membasahi dahinya. Walaupun udara dingin tapi badannya yang keriput terasa panas. Panas sekali. Mulutnya mencoba berkata pada Ngarbo. Tapi tenggorokannya seperti tertahan. Ia ingin bertanya, tapi khawatir akan jawaban Ngarbo yang sejauh ini membingungkan dan mengesalkan.

Pak Jakma mulai mengira-ngira. Tapi dia takut jika perkiraan itu benar. Jangan-jangan….

“Anak muda…”

“Iya Pak?”

“Kau…kau pikir kita…kita… sedang ada di mana?” Pak Jakma siap mendengar jawaban Ngarbo. Dia benar-benar khawatir. Keringat semakin membasahi sekujur tubuhnya. Pasti. Pasti Ngarbo akan menjawab…

“Di YPI kan Pak?” jawab Ngarbo seketika. “Kok Bapak pertanyaannya aneh.”

Pak Jakma heran akan jawaban Ngarbo. Beliau pikir Ngarbo akan menjawab bahwa dia sedang berada di SMA Satu. Tapi Ngarbo sekarang benar, tidak ngaco.

“Kalau di YPI kenapa pakai seragam batik SMA Satu? Itu Batik SMA Satu kan?” Tanya Pak Jakma.

“Lho, kan saya murid SMA Satu,” jawab Ngarbo tenang.

Pak Jakma kembali mengatur napasnya. Otaknya sudah cukup panas dengan kegiatan mengajarnya yang dari pagi hingga larut malam. Kini ia dipusingkan dengan seekor murid yang tidak jelas juntrungannya. Pak Jakma mencoba tenang dan meredam emosi. Ia kembali mencoba bertanya pada Ngarbo.

“A..Anak…Anak muda..” katanya tersendat. “Kalau kau murid SMA Satu…Kenapa….kenapa kau datang…dan belajar di…di SMA YPI ini?”

Pak Jakma menanti jawaban Ngarbo yang sepertinya akan ngawur kemana-mana. Ia siap meledak jika Ngarbo mengeluarkan jawaban aneh lagi.

“Kan gedung SMA Satu dan SMA YPI ditukar kan Pak?” jawab Ngarbo tetap tenang.

Ditukar? Apa lagi ini?

“APA MAKSUDMU?”

Ngarbo kini ketakutan melihat Pak Jakma yang emosi.

“APA MAKSUDMU GEDUNGNYA DITUKAR HAH?”

“Ka-ka-ka-ka-kan, ha-ha-hari ini, mu-mulai hari ini gedung YPI dan SMA Satu ditukar kan Pak?”

“SIAPA YANG BERKATA BEGITU, AYO JAWAB!”

“Ya-yang berkata begitu…”

“AYO JAWAB!”

“Ya-yang berkata begitu, banyak Pak.”

“SIAPA HAH?”

“Su-su-Sule…”

“SIAPA? SULE?”

“A-a-Azis…”

“AZIS?”

“I-i-iya Pak. Parto juga Pak.”

Pak Jakma heran akan jawaban Ngarbo yang tidak masuk akal. Bagaimana bisa Sule, Azis, dan Parto menetapkan penukaran gedung sekolah?

“MEREKA ITU HANYA MELAWAK. ITU SEMUA BOHONG!!!”

Ehm..Ehm..Ahim! Tiba-tiba, suddenly, terdengar suara berdeham dari pintu kelas. Ternyata itu suara kepala sekolah.

“Kenapa Pak Jakma?” Tanya kepala sekolah. “Kenapa Bapak bilang bohong?”

“Maaf Pak Kepala Sekolah. Anak ini bilang gedung kita ditukar dengan gedung SMA Satu,” jawab Pak Jakma.

“Itu bukanlah perkataan bohong.” Kata kepala sekolah. Pak Jakma kaget mendengarnya.

“Maksud Bapak apa?”

“Seluruh isi sekolah ini memang akan ditukar.” Jawab kepala sekolah tenang. “Bahkan Pak Jakma juga akan ditukar.”

“Ditukar? Maksud Pak Kepala Sekolah bagaimana?” Pak Jakma bingung.

“Pak Jakma akan ditukar dengan panci baru,” jawab kepala sekolah. “Kebetulan panci saya sudah usang dan sudah harus diganti. Istri saya selalu mengomel.”

“Apa? Saya akan ditukar dengan panci?”

“Ya, begitulah Pak. Saya mohon bapak ikhlas menerima kenyataan ini.” Kata kepala sekolah yang masih meninggalkan kesan elegan dan futuristik.

Tak lama kemudian Pak Jakma dibawa oleh tukang loak dengan gerobaknya. Pak Jakma terlihat sedih sambil duduk meringkuk di atas gerobak. Ia menyesali keadaan ini. Padahal dia penuh dedikasi dalam mengajar.

Pak Jakma melihat dan memandang ke belakang. Pak Jakma kaget dan terperangah. Ternyata tukang loak itu adalah, Sule! PRIKITIUW…!!!




Bekasi, awal 8 Desember 2009
(sumber gambar: http://smartcanucks.ca/tag/back-to-school/)

Selasa, 08 Desember 2009

Berguling Jika Mampu

Bergulinglah jika mampu. Kenapa kita harus berguling? Jawabannya jelas, yaitu untuk me-random-kan pikiran, penglihatan, pendengaran, dan perasaan kita. Hanya saja kita harus terima konsekuensi ketika kita selesai berguling, yaitu akan terjadi kepusingan pada otak kita.

Berguling bisa kita lakukan di mana saja dan kapan saja jika kita berkehendak. Namun sebaiknya carilah permukaan lunak agar tidak terjadi iritasi pada setiap bagian tubuh kita.

Berguling merupakan sebuah kegiatan memutar tubuh ke kanan atau ke kiri dalam posisi berbaring. Namun beberapa ahli juga menyebutkan berguling berarti juga tidur dengan memeluk guling.

Bagaimanapun, bergulinglah jika mampu. Jika dalam kondisi yang tidak memungkinkan, sebaiknya jangan dipaksakan.


Rabu, 11 November 2009

CERPEN "Misteri Komodo"

(MENEGANGKAN. MENGGUNCANG DUNIA KESUSASTRAAN)


Bendo tercekat melihat komodo di selokan rumahnya. “Hush, hush, hush,” Bendo mengusirnya dengan kemoceng. Komodo itu terlihat lapar, tapi akhirnya pergi juga. Kemarin anoa, sekarang komodo. Besok apa lagi? Harimau Sumatera?

Hewan-hewan itu dinilai belagu oleh Bendo. Bisa saja mereka memanfaatkan keadaaan. Mentang-mentang dilindungi pemerintah, mereka jadi berbuat macam-macam. Mereka tidak takut mati. Karena mereka tahu, tidak ada yang berani membunuh mereka. Lha, orang jika membunuh mereka akan dipenjara. Kan mereka dilindung undang-undang.

Mereka harusnya tahu diri. Anoa-lah ada di kebun sayur, komodo-lah ada di got. Perumahan lain punya binatang yang berkeliaran yang normal-normal saja. Kucing, anjing, lalat. Kok di perumahan tempatnya tinggal ada anoa? Komodo? Dua minggu yang lalu ada tapir di garasi? Tetangganya kedatangan gorilla tengah malam?

Sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan. Bendo sekarang lebih terobsesi pada kebun stroberi yang dibuatnya sebulan lalu. Luasnya seluas rasa sayang orang tua pada anaknya. Luas sekali! Mungkin jika ke sana, harus bawa kompas supaya tahu yang mana utara yang mana barat. Kebunnya itu mulai berbuah untuk pertamakalinya.

Mungkin jika ada orang baru datang ke dunia ini tidak tahu, bahwa stroberi tadinya dianggap hanya ada dalam dongeng di majalah Bobo. Hanya mitos, kata ayah. Tahayul, kata nenek. Ya, buah stroberi dibilang tahayul, sungguh mistis. Tapi sekarang Bendo punya kebunnya. Kebun stroberi.

Dalam dongeng, buah stroberi digambarkan punya rasa yang sangat manis. Mungkin jika kakek memakannya dia akan langsung rematik. Karena kadar gulanya langsung naik drastis. Bendo sudah tidak sabar ingin mencicipinya. Tapi buah yang tumbuh baru kecil saja, istilahnya “mentil”.

Tahu tidak Bendo dapat bibit stroberi dari mana? Yang pasti bukan dari tadi. Bendo dapat bibit stroberi dari Petruk. Ya, manusia yang juga berasal dari dongeng, Petruk!

Dua bulan lalu. Siang itu.

“Berapa ini Truk?” Tanya Bendo sambil memegang sesuatu dari gerobak Petruk.

“Waduh, mahal itu Ben,” jawab Petruk. Dia melanjutkan, “Mendingan dirimu beli jambu air saja.”

“Anda meremehkan saya Truk?” Bendo tersinggung.

“Bukannya begitu. Jangan marah dulu.” Kata Petruk terlihat bersalah.

“Lalu mengapa?”

“Dirimu sudah remeh, untuk apa diriku meremehkan lagi.” Mendengar itu Bendo tambah tersinggung. Namun kemudian tersungging. Mereka berdua pun akhirnya berdamai dan tidak kembali ber-remeh-temeh.

Ternyata barang itu adalah bibit stroberi. Buah yang ada dalam dongeng. Petruk membawanya langsung dari negara dongeng. Harganya benar mahal. Semahal mobil. Mobil pun kalah mahal.

Bendo bilang pada Petruk bahwa bibit itu semahal mobil. Namun Petruk bertanya apa itu mobil. Kata Bendo alat transportasi. Petruk bilang, maksudmu bendi? Bendo bilang apa itu bendi, kok mirip namaku. Petruk bilang itu alat transportasi, pakai kuda. Bendo bilang mobil tak pakai kuda, pakai mesin. Petruk bilang mesin itu makanan apa? Bendo pusing, dan menjawab, makanan kuda.

“Kau punya mesin? Aku boleh minta untuk kudaku? Dan aku juga suka makanan kuda,” kata Petruk

“Oh, ya? Aku suka makan kuda, boleh kuminta kudamu?”

Singkat cerita, Bendo akhirnya dapat bibit itu dan ditanam. Sekarang dia sudah punya kebunnya.

Bendo setiap hari dengan sabar menunggu kebun stroberi itu berbuah besar. Sekarang sudah mulai tumbuh, tapi belum dapat dimakan, masih kecil. Akhirnya setelah dua abad berlalu, buah-buah itu sudah bisa dimakan.

Bendo yang sudah tua dan ringkih, berjalan dengan tongkatnya ke kebun stroberi. Dia memetik satu dari tiga juta buah stroberi yang ada di kebun itu, kemudian duduk di jejodok. Buah itu merah dan besar. Bendo teringat kisah dongeng yang menyebutkan begitu manisnya rasa stroberi. Bendo tak khawatir dia terkena rematik karena ia sudah menyiapkan jus mengkudu dan buah naga.

Ketika menggigitnya dan mengunyahnya.

“Uwwaaaaaaaa…..” Rasa stroberi itu asaaaaam sekali. Kuping Bendo sampai nyeri.

Hah, ternyata aslinya rasa stroberi itu asam. Bohong kata dongeng yang menyebutkan manis.

Bendo sebal dan benci pada buah stroberi itu. Bahkan ia juga tidak percaya pada buah stroberi yang lain di kebunnya yang belum dicicipinya.

Karena sebal, Bendo memutuskan pulang kampung ke kampung halamannya yang sangat jauh. Ia naik pesawat dan melewati samudera Antartika. Seperti lagunya Gita Gutawa, “hilang di samudera Antartika….dan jangan kembali…minta di sms-in…”

Sebenarnya samudera Antartika berada dalam wilayah negara dongeng. Karena di dunia nyata, Antartika bukan nama samudera, melainkan nama benua di daerah kutub. Kalau samudera, yang ada samudera Atlantik. Mungkin namanya mirip-mirip.

Di dalam pesawat, Bendo berpikir mungkin stroberi yang lain yang belum dicicipinya tidak asam seperti satu stroberi yang sudah dicicipinya itu. Mungkin suatu saat dia akan kembali ke kebunnya untuk mencicipi stroberi yang lainnya. Tapi tidak sekarang, ia masih trauma.


Bekasi, awal 1 November 2009


© Hak cipta dilindungi Allah SWT. Diperkenankan untuk menyebarluaskan kepada sesama manusia selama mencantumkan nama pengarang, demi kemaslahatan umat.
Bagi yang mengakui karya ini sebagai karyanya atau sebagai karya yang bukan penulis aslinya, saya sumpahin bokek, tidak punya duit selama tujuh abad.

Selasa, 03 November 2009

CERITA DETEKTIF “Memori Detektif Jambe”

(CERPEN SARAT DENGAN KONSPIRASI POLITIK DAN DOKTRIN GLOBALISASI. TELAH DIBACA OLEH JUTAAN PROTOPLASMA DI PONDOK HIJAU.)


Siang itu, terasa terik. Ketika rehat menyelidiki suatu kasus penipuan sekaligus pembunuhan (jati diri), Detektif Jambe merasa tidak enak pada perasaannya. Dia tahu, bahwa tak jauh dari tempatnya berjongkok, banyak bebek berduyun-duyun berkeliling mencari nafkah.

“Emmmmpppphhh…..” Perasaaannya kini sedikit tenang, “ah, lega rasanya.”

Jambe tak habis pikir, di tempat seperti ini tidak ada tempat higienis untuk buang ampas. Tapi tak apalah, toh di rumahnya bahkan jika ingin buang air racun pun harus sedia Aqua botolan.

“Hah, aku sebal ni hari,” katanya bergumam sendirian. “Tak ada nyang mo dengerin beta.”

Memang, Jambe itu orangnya begitu. Dia baru lulus dari akademi Kedetektifan. Itu pun ia tidak lulus melalui skripsi, tapi melalui kompre. Dia bermimpi menjadi seorang detektif terkenal yang sangat jenius dalam memecahkan kasus-kasus berat. Tapi sejauh ini dia sudah memecahkan beberapa gelas dan piring berat yang membuat ibunya terpaksa minta jatah tambahan pada pabrik piring di Stockholm.

Swedia yang dingin pada musim dingin, dan panas pada musim durian. Perutnya tentu yang panas.

Jambe memerhatikan seekor bebek yang terpisah dari rombongan. Bebek itu memandang pada dirinya.

“Hai bebek. Ngapain ngana pandang kita?” Jembe lantas duduk pada sebuah batu yang sengaja digunakan untuk menjadi batu. “Hai bebek, ada kejadian apa lantas kau bercerai dengan regu ngana? Tak ada yang ingin berkawan denganmu?”

Jambe lantas berpikir. Bebek itu sama dengan dirinya. Tidak ada yang mau dengarkan apa-apa yang dikatakannya. Dia merasa sendiri.

“Hah, sudhalah, Bebek! Jangan ampe ngana ngerasa sedih atas diri ente. Terima aja semuah nyah.”

Kemudian Jambe memandangi telepon selulernya yang wallpapernya bergambar Zlatan Ibrahimovic, pesepakbola yang bermain di Arema. Ia melihat jam. Sudah pukul dua siang pada tanggal dua Desember 2023 ini. Hm, ia masih tak habis pikir, bagaimana pemain kesayangannya itu ikut-ikut tergoda untuk bermain di negeri batik itu. Setelah Piala Dunia 2022, banyak pesepakbola Eropa dan Amerika tergoda untuk mencicipi stadion-stadion raksasa di negeri batik.

Jambe kemudian, membuka catatannya tentang penyelidikannya tadi tentang penipuan. Ia berpendapat bahwa pihak lelaki (tersangka) menipu kekasihnya (korban) dengan alasan ingin mencoba mengetes, istilahnya, sebesar apa cintanya pada dirinya.

“Hah, para detektif senior itu sok. Ga percaya ama teori beta!”

Sebenarnya tidak ada bukti empirik yang membuktikan bahwa para detektif senior yang ikut dalam penyelidikan, tidak percaya pada teori Jambe. Hanya saja ketika Jambe mengemukakan pendapatnya, para detektif itu hanya senyum-senyum, memandangnya dengan nuansa merendahkan.

“Hah, kalo guwe tidak ingat ibu di rumah, beta pulang sekarang jua! Mereka itu sok, mentang-mentang lebih pinter, memandang saya seperti awak ini orang paling bego ndak ber-use.”

Begitulah Jambe. Ia terus bermimpi menjadi detektif terkenal yang dapat memecahkan kasus-kasus berat dan bersanding dengan Sherlock Holmes, Hercule Poirot, Alfred Hitchcock, Shinici Kudo, dan Kindaichi. Tak juga lupa dengan Agen Polisi Kosasih.
Sementara ibunya menunggu di rumah. Sudah tiga hari Jambe tidak pulang. Ibunya sudah rindu dengan gelas atau piring pecah yang disebabkan oleh anak sulungnya itu.

(TAMAT)


Pondok Hijau Permai Bekasi, 29 menjelang 30 Oktober 2009


© Hak cipta dilindungi Allah SWT. Diperkenankan untuk menyebarluaskan kepada sesama manusia selama mencantumkan nama pengarang, demi kemaslahatan umat.
Bagi yang mengakui karya ini sebagai karyanya atau sebagai karya yang bukan penulis aslinya, saya sumpahin bokek, tidak punya duit selama tujuh windu.

Senin, 12 Oktober 2009

Puisi, Judulnya...

pulang membawa bekal
pergi membawa kadal

pipis di celana
menyaksikan orang diguna-guna

tinggal tunggu waktu
sampai kepala jadi batu

banyak mata memandang
ketika makan di warung padang

tunggu sampai ku punya uang
kan kubeli seekor beruang

resah dan gelisah
sampai ketekku basah
tetap saja dia berdesah
ketika menahan buang pulsahh
I love you full, gha..gha..gha…

keluar rumah kok ada mamah
lagi menjamah gerobak bu Inah
untung koreng saya sudah tak bernanah
dan kawanku tercinta sedang duduk di sofahh…
I love you fullteng, dari nol ya, mas, gha..ghaa..ghaaa….

tak jelas ayahku berkata
aku menulis kata-kata
tak apalah kali berjuta
yang penting tak cemburu buta

benar kan kamu ga jelas
untung ayah baru beli gelas
beli dari tukang yang punya bengkel las
tak apalah nanti ayah balas

aduh nak, mama bingung dan cemas
mau jadi apa nanti itu, mas
kalah kamu sama Bi Imas
yang tiap hari godain emas-emas

ubin deket dapur belum dipel
untung sapunya lagi ditempel
tetangga lagi sibuk bersiin tompel
trus mimisan kena ketapel

Kamis, 08 Oktober 2009

PERCOBAAN

Mohon maaf kami masih dalam percobaan. Harap sabar menanti kehadiran kami di waktu-waktu mendatang.
Terima kasih.