Laman

Rabu, 11 November 2009

CERPEN "Misteri Komodo"

(MENEGANGKAN. MENGGUNCANG DUNIA KESUSASTRAAN)


Bendo tercekat melihat komodo di selokan rumahnya. “Hush, hush, hush,” Bendo mengusirnya dengan kemoceng. Komodo itu terlihat lapar, tapi akhirnya pergi juga. Kemarin anoa, sekarang komodo. Besok apa lagi? Harimau Sumatera?

Hewan-hewan itu dinilai belagu oleh Bendo. Bisa saja mereka memanfaatkan keadaaan. Mentang-mentang dilindungi pemerintah, mereka jadi berbuat macam-macam. Mereka tidak takut mati. Karena mereka tahu, tidak ada yang berani membunuh mereka. Lha, orang jika membunuh mereka akan dipenjara. Kan mereka dilindung undang-undang.

Mereka harusnya tahu diri. Anoa-lah ada di kebun sayur, komodo-lah ada di got. Perumahan lain punya binatang yang berkeliaran yang normal-normal saja. Kucing, anjing, lalat. Kok di perumahan tempatnya tinggal ada anoa? Komodo? Dua minggu yang lalu ada tapir di garasi? Tetangganya kedatangan gorilla tengah malam?

Sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan. Bendo sekarang lebih terobsesi pada kebun stroberi yang dibuatnya sebulan lalu. Luasnya seluas rasa sayang orang tua pada anaknya. Luas sekali! Mungkin jika ke sana, harus bawa kompas supaya tahu yang mana utara yang mana barat. Kebunnya itu mulai berbuah untuk pertamakalinya.

Mungkin jika ada orang baru datang ke dunia ini tidak tahu, bahwa stroberi tadinya dianggap hanya ada dalam dongeng di majalah Bobo. Hanya mitos, kata ayah. Tahayul, kata nenek. Ya, buah stroberi dibilang tahayul, sungguh mistis. Tapi sekarang Bendo punya kebunnya. Kebun stroberi.

Dalam dongeng, buah stroberi digambarkan punya rasa yang sangat manis. Mungkin jika kakek memakannya dia akan langsung rematik. Karena kadar gulanya langsung naik drastis. Bendo sudah tidak sabar ingin mencicipinya. Tapi buah yang tumbuh baru kecil saja, istilahnya “mentil”.

Tahu tidak Bendo dapat bibit stroberi dari mana? Yang pasti bukan dari tadi. Bendo dapat bibit stroberi dari Petruk. Ya, manusia yang juga berasal dari dongeng, Petruk!

Dua bulan lalu. Siang itu.

“Berapa ini Truk?” Tanya Bendo sambil memegang sesuatu dari gerobak Petruk.

“Waduh, mahal itu Ben,” jawab Petruk. Dia melanjutkan, “Mendingan dirimu beli jambu air saja.”

“Anda meremehkan saya Truk?” Bendo tersinggung.

“Bukannya begitu. Jangan marah dulu.” Kata Petruk terlihat bersalah.

“Lalu mengapa?”

“Dirimu sudah remeh, untuk apa diriku meremehkan lagi.” Mendengar itu Bendo tambah tersinggung. Namun kemudian tersungging. Mereka berdua pun akhirnya berdamai dan tidak kembali ber-remeh-temeh.

Ternyata barang itu adalah bibit stroberi. Buah yang ada dalam dongeng. Petruk membawanya langsung dari negara dongeng. Harganya benar mahal. Semahal mobil. Mobil pun kalah mahal.

Bendo bilang pada Petruk bahwa bibit itu semahal mobil. Namun Petruk bertanya apa itu mobil. Kata Bendo alat transportasi. Petruk bilang, maksudmu bendi? Bendo bilang apa itu bendi, kok mirip namaku. Petruk bilang itu alat transportasi, pakai kuda. Bendo bilang mobil tak pakai kuda, pakai mesin. Petruk bilang mesin itu makanan apa? Bendo pusing, dan menjawab, makanan kuda.

“Kau punya mesin? Aku boleh minta untuk kudaku? Dan aku juga suka makanan kuda,” kata Petruk

“Oh, ya? Aku suka makan kuda, boleh kuminta kudamu?”

Singkat cerita, Bendo akhirnya dapat bibit itu dan ditanam. Sekarang dia sudah punya kebunnya.

Bendo setiap hari dengan sabar menunggu kebun stroberi itu berbuah besar. Sekarang sudah mulai tumbuh, tapi belum dapat dimakan, masih kecil. Akhirnya setelah dua abad berlalu, buah-buah itu sudah bisa dimakan.

Bendo yang sudah tua dan ringkih, berjalan dengan tongkatnya ke kebun stroberi. Dia memetik satu dari tiga juta buah stroberi yang ada di kebun itu, kemudian duduk di jejodok. Buah itu merah dan besar. Bendo teringat kisah dongeng yang menyebutkan begitu manisnya rasa stroberi. Bendo tak khawatir dia terkena rematik karena ia sudah menyiapkan jus mengkudu dan buah naga.

Ketika menggigitnya dan mengunyahnya.

“Uwwaaaaaaaa…..” Rasa stroberi itu asaaaaam sekali. Kuping Bendo sampai nyeri.

Hah, ternyata aslinya rasa stroberi itu asam. Bohong kata dongeng yang menyebutkan manis.

Bendo sebal dan benci pada buah stroberi itu. Bahkan ia juga tidak percaya pada buah stroberi yang lain di kebunnya yang belum dicicipinya.

Karena sebal, Bendo memutuskan pulang kampung ke kampung halamannya yang sangat jauh. Ia naik pesawat dan melewati samudera Antartika. Seperti lagunya Gita Gutawa, “hilang di samudera Antartika….dan jangan kembali…minta di sms-in…”

Sebenarnya samudera Antartika berada dalam wilayah negara dongeng. Karena di dunia nyata, Antartika bukan nama samudera, melainkan nama benua di daerah kutub. Kalau samudera, yang ada samudera Atlantik. Mungkin namanya mirip-mirip.

Di dalam pesawat, Bendo berpikir mungkin stroberi yang lain yang belum dicicipinya tidak asam seperti satu stroberi yang sudah dicicipinya itu. Mungkin suatu saat dia akan kembali ke kebunnya untuk mencicipi stroberi yang lainnya. Tapi tidak sekarang, ia masih trauma.


Bekasi, awal 1 November 2009


© Hak cipta dilindungi Allah SWT. Diperkenankan untuk menyebarluaskan kepada sesama manusia selama mencantumkan nama pengarang, demi kemaslahatan umat.
Bagi yang mengakui karya ini sebagai karyanya atau sebagai karya yang bukan penulis aslinya, saya sumpahin bokek, tidak punya duit selama tujuh abad.

Selasa, 03 November 2009

CERITA DETEKTIF “Memori Detektif Jambe”

(CERPEN SARAT DENGAN KONSPIRASI POLITIK DAN DOKTRIN GLOBALISASI. TELAH DIBACA OLEH JUTAAN PROTOPLASMA DI PONDOK HIJAU.)


Siang itu, terasa terik. Ketika rehat menyelidiki suatu kasus penipuan sekaligus pembunuhan (jati diri), Detektif Jambe merasa tidak enak pada perasaannya. Dia tahu, bahwa tak jauh dari tempatnya berjongkok, banyak bebek berduyun-duyun berkeliling mencari nafkah.

“Emmmmpppphhh…..” Perasaaannya kini sedikit tenang, “ah, lega rasanya.”

Jambe tak habis pikir, di tempat seperti ini tidak ada tempat higienis untuk buang ampas. Tapi tak apalah, toh di rumahnya bahkan jika ingin buang air racun pun harus sedia Aqua botolan.

“Hah, aku sebal ni hari,” katanya bergumam sendirian. “Tak ada nyang mo dengerin beta.”

Memang, Jambe itu orangnya begitu. Dia baru lulus dari akademi Kedetektifan. Itu pun ia tidak lulus melalui skripsi, tapi melalui kompre. Dia bermimpi menjadi seorang detektif terkenal yang sangat jenius dalam memecahkan kasus-kasus berat. Tapi sejauh ini dia sudah memecahkan beberapa gelas dan piring berat yang membuat ibunya terpaksa minta jatah tambahan pada pabrik piring di Stockholm.

Swedia yang dingin pada musim dingin, dan panas pada musim durian. Perutnya tentu yang panas.

Jambe memerhatikan seekor bebek yang terpisah dari rombongan. Bebek itu memandang pada dirinya.

“Hai bebek. Ngapain ngana pandang kita?” Jembe lantas duduk pada sebuah batu yang sengaja digunakan untuk menjadi batu. “Hai bebek, ada kejadian apa lantas kau bercerai dengan regu ngana? Tak ada yang ingin berkawan denganmu?”

Jambe lantas berpikir. Bebek itu sama dengan dirinya. Tidak ada yang mau dengarkan apa-apa yang dikatakannya. Dia merasa sendiri.

“Hah, sudhalah, Bebek! Jangan ampe ngana ngerasa sedih atas diri ente. Terima aja semuah nyah.”

Kemudian Jambe memandangi telepon selulernya yang wallpapernya bergambar Zlatan Ibrahimovic, pesepakbola yang bermain di Arema. Ia melihat jam. Sudah pukul dua siang pada tanggal dua Desember 2023 ini. Hm, ia masih tak habis pikir, bagaimana pemain kesayangannya itu ikut-ikut tergoda untuk bermain di negeri batik itu. Setelah Piala Dunia 2022, banyak pesepakbola Eropa dan Amerika tergoda untuk mencicipi stadion-stadion raksasa di negeri batik.

Jambe kemudian, membuka catatannya tentang penyelidikannya tadi tentang penipuan. Ia berpendapat bahwa pihak lelaki (tersangka) menipu kekasihnya (korban) dengan alasan ingin mencoba mengetes, istilahnya, sebesar apa cintanya pada dirinya.

“Hah, para detektif senior itu sok. Ga percaya ama teori beta!”

Sebenarnya tidak ada bukti empirik yang membuktikan bahwa para detektif senior yang ikut dalam penyelidikan, tidak percaya pada teori Jambe. Hanya saja ketika Jambe mengemukakan pendapatnya, para detektif itu hanya senyum-senyum, memandangnya dengan nuansa merendahkan.

“Hah, kalo guwe tidak ingat ibu di rumah, beta pulang sekarang jua! Mereka itu sok, mentang-mentang lebih pinter, memandang saya seperti awak ini orang paling bego ndak ber-use.”

Begitulah Jambe. Ia terus bermimpi menjadi detektif terkenal yang dapat memecahkan kasus-kasus berat dan bersanding dengan Sherlock Holmes, Hercule Poirot, Alfred Hitchcock, Shinici Kudo, dan Kindaichi. Tak juga lupa dengan Agen Polisi Kosasih.
Sementara ibunya menunggu di rumah. Sudah tiga hari Jambe tidak pulang. Ibunya sudah rindu dengan gelas atau piring pecah yang disebabkan oleh anak sulungnya itu.

(TAMAT)


Pondok Hijau Permai Bekasi, 29 menjelang 30 Oktober 2009


© Hak cipta dilindungi Allah SWT. Diperkenankan untuk menyebarluaskan kepada sesama manusia selama mencantumkan nama pengarang, demi kemaslahatan umat.
Bagi yang mengakui karya ini sebagai karyanya atau sebagai karya yang bukan penulis aslinya, saya sumpahin bokek, tidak punya duit selama tujuh windu.