Laman

Jumat, 16 Mei 2014

Duit Kondangan Itu Aneh Ya Kayaknya?



Apa itu kondangan? Nah, coba buka Kamus Besar Bahasa Indonesia! Ada tuh lema “kondangan” yang artinya menghadiri undangan perkawinan dan sebagainya. Sejak saya kecil, sekecil amuba, saya berpikir keras mengenai kata “kondangan”. Padahal yang saya baca di kertas-kertas undangan yang pernah orang tua saya terima, semuanya tidak ada yang bertuliskan “kondangan”, tetapi yang ada hanyalah “undangan” belaka. Setelah berabad-abad berpikir dan menimbang , akhirnya saya dapat menyimpulkan bahwa “kondangan” itu bentuk kilat dari “ke undangan”. Kondangan yang ingin saya gunjingkan di sini yaitu kondangan acara pernikahan.



Nah, kalau kita kondangan pernikahan, pasti deh di pintu masuknya itu ada kotak yang di atasnya ada lubang kurus tempat memasukkan duit. Persis kayak kotak amal mesjid. Semua undangan yang hadir pasti memasukkan amplop yang berisi uang ke kotak tersebut. Jadi, semua undangan yang hadir di acara pernikahan memang sudah mempersiapkan amplop berisi duit untuk diberikan kepada penyelenggara acara pernikahan.

Kalau dipikir-pikir, aneh gak sih kalau para undangan memberi duit ke mempelai ataupun ke keluarga mempelai? Jadi begini lho, Masbro. Misalnya ada tetangga mau menikah. Mereka membuat acara resepsi berupa pesta, lalu mengundang kita. Lalu ketika kita hadir di sana, kita diharuskan memberi uang kepada mereka. Memang sih, tidak ada yang mengharuskan secara gamblang untuk memberi uang kepada si empunya acara. Tetapi si penyelenggara menyiapkan kotak amal di pintu masuk itu maksudnya apa coba? Tentu meminta sodaqoh dari para tamu undangan kan?

Yang membuat saya gusar, dalam agama kan diajarkan tentang kewajiban hadir jika diundang ke acara pernikahan. Tapi konyolnya, si pengundang ini meminta uang kepada yang diundang. Oke kalau yang diundang itu orang yang uangnya berlebih sampai berceceran di jalanan, tentu tidak akan menjadi masalah jika ia menghadiri acara tersebut lalu memasukkan sejumlah duit ke kotak amal di acara pernikahan. Tetapi bagaimana kalau yang diundang itu kere, duit buat belanja saja sedang ia irit-irit, tetapi ada lima tetangganya yang mengundang ke acara pernikahan. Tentu ia akan pusing tujuh keliling. Bahkan mungkin akhirnya ia tidak datang ke acara itu yang artinya ia tidak menjalankan kewajibannya untuk hadir di acara pernikahan yang telah mengundangnya. Karena jika menghadiri acara resepsi tetapi tidak memasukkan duit, akan menjadi hal yang memalukan. Setidaknya begitulah pola pikir di masyarakat kita.

Mungkin, duit kondangan itu dimaksudkan sebagai hadiah kepada pasangan mempelai. Tetapi, hadiah itu kan harusnya diberikan secara sukarela oleh si pemberi tanpa diminta oleh si mempelai, bukan malah si mempelai/keluarga mempelai meminta hadiah kepada para undangan dengan menyiapkan kotak amal jariyah itu. Awalnya kan, keluarga mempelai yang mengundang para undangan. Artinya, keluarga mempelai cukup mengharapkan kehadiran dari para undangan itu saja, tanpa mengharapkan hadiah apalagi sampai memasang kotak amal sodaqoh di pintu masuk acara untuk meminta uang dari para tamu undangan. Kalau tamu undangan ada yang memberi hadiah, ya itu berarti anggap sebagai bonus saja. Ada baiknya jika tamu undangan itu memberi hadiah berupa barang yang berguna untuk kehidupan rumah tangga yang akan dijalani oleh kedua mempelai kelak. Karena jika tamu undangan memberi hadiah duit, itu berarti sudah terjadi duitisasi, bahkan mungkin menjadi komersialisasi acara resepsi pernikahan yang harusnya menjadi acara yang suci nan sakral.

Mungkin juga, duit kondangan itu terinspirasi dari duit melayat. Harusnya, bedakan dong duit kondangan dengan duit melayat. Peristiwa meninggal itu kan sifatnya dadakan dan tidak diinginkan oleh keluarga mayit. Tentu tidak pernah ada persiapan apalagi tabungan untuk biaya mengurus mayit. Jadi para tamu yang melayat memberikan bantuan berupa duit yang bisa digunakan oleh keluarga mayit untuk mengurus pemakaman sang mayit. Kalau acara pernikahan kan sifatnya memang disengaja dan diinginkan oleh mempelai dan keluarganya. Tentu mereka harus mempersiapkan biaya sebagai konsekuensi acara yang ingin mereka buat. Ini kok malah meminta duit kepada tamu undangan sebagai ganti modal acara pernikahan?

Beda kasusnya jika ada pasangan calon mempelai yang tidak mampu dan ingin menikah. Bolehlah dibantu dengan duit untuk biaya mereka sekadar untuk mengurus administrasi di KUA. Tetapi yang ada sekarang ini kok, pernikahan mewah yang diadakan di gedung besar dengan hidangan makanan yang menggugah selera, kok menyiapkan kotak amal sodaqoh di pintu masuknya? Tentu terasa konyol sekali bagi saya. Jika uang itu dianggap sebagai sarana membayar hidangan yang telah dimakan oleh tamu undangan, itu malah lebih super duper ultra konyol lagi. Hidangan itu kan sebagai jamuan, bukan barang dagangan. 

Ya itulah unek-unek saya selama ini. Berdasarkan pengalaman orang tua saya yang dahulu kerap tidak menghadiri undangan pernikahan dari tetangga karena memang orang tua saya sedang bokek. Intinya sih, untuk para undangan tidak masalah kalau ingin memberi hadiah. Tapi yang mengundang tidak perlu menyengaja menyiapkan kotak duit, karena itu merupakan simbol meminta hadiah. Mohon maaf untuk Anda yang pernah mengadakan acara resepsi pernikahan dengan menyiapkan kotak duit kondangan. Mungkin tidak sepenuhnya kekonyolan itu datang dari Anda. Karena budaya aneh ini memang sudah mendarah daging di masyarakat kita. Ajakan dari saya, mari kita adakan resepsi pernikahan tanpa kotak amal di pintu masuknya! Wassalam!


1 komentar:

Unknown mengatakan...

Nah,itu yg membuat saya heran sejak lama,,,
Knapa utk menghadiri undangan pernikahan (yg jelas2 kita diundang scra resmi) harus menyiapkan amplop berisi uang layaknya memasuki taman hiburan dgn membayar tiket masuk...
Itu sma sja mengundang dgn pamrih, bahkan utk undangan yg kelas mewah skalipun... ��
Hal ini sepertinya sngaja dipelihara, tidak baik dicontoh...

Analoginya jg bisa seperti ketika seorang presiden mengundang presiden negara lain, maka si undangan harus menyiapkan uang utk si pengundang ... Ga habis pikir...

Saya pun sepemikiran dgn anda utk hal ini...