Laman

Selasa, 03 November 2009

CERITA DETEKTIF “Memori Detektif Jambe”

(CERPEN SARAT DENGAN KONSPIRASI POLITIK DAN DOKTRIN GLOBALISASI. TELAH DIBACA OLEH JUTAAN PROTOPLASMA DI PONDOK HIJAU.)


Siang itu, terasa terik. Ketika rehat menyelidiki suatu kasus penipuan sekaligus pembunuhan (jati diri), Detektif Jambe merasa tidak enak pada perasaannya. Dia tahu, bahwa tak jauh dari tempatnya berjongkok, banyak bebek berduyun-duyun berkeliling mencari nafkah.

“Emmmmpppphhh…..” Perasaaannya kini sedikit tenang, “ah, lega rasanya.”

Jambe tak habis pikir, di tempat seperti ini tidak ada tempat higienis untuk buang ampas. Tapi tak apalah, toh di rumahnya bahkan jika ingin buang air racun pun harus sedia Aqua botolan.

“Hah, aku sebal ni hari,” katanya bergumam sendirian. “Tak ada nyang mo dengerin beta.”

Memang, Jambe itu orangnya begitu. Dia baru lulus dari akademi Kedetektifan. Itu pun ia tidak lulus melalui skripsi, tapi melalui kompre. Dia bermimpi menjadi seorang detektif terkenal yang sangat jenius dalam memecahkan kasus-kasus berat. Tapi sejauh ini dia sudah memecahkan beberapa gelas dan piring berat yang membuat ibunya terpaksa minta jatah tambahan pada pabrik piring di Stockholm.

Swedia yang dingin pada musim dingin, dan panas pada musim durian. Perutnya tentu yang panas.

Jambe memerhatikan seekor bebek yang terpisah dari rombongan. Bebek itu memandang pada dirinya.

“Hai bebek. Ngapain ngana pandang kita?” Jembe lantas duduk pada sebuah batu yang sengaja digunakan untuk menjadi batu. “Hai bebek, ada kejadian apa lantas kau bercerai dengan regu ngana? Tak ada yang ingin berkawan denganmu?”

Jambe lantas berpikir. Bebek itu sama dengan dirinya. Tidak ada yang mau dengarkan apa-apa yang dikatakannya. Dia merasa sendiri.

“Hah, sudhalah, Bebek! Jangan ampe ngana ngerasa sedih atas diri ente. Terima aja semuah nyah.”

Kemudian Jambe memandangi telepon selulernya yang wallpapernya bergambar Zlatan Ibrahimovic, pesepakbola yang bermain di Arema. Ia melihat jam. Sudah pukul dua siang pada tanggal dua Desember 2023 ini. Hm, ia masih tak habis pikir, bagaimana pemain kesayangannya itu ikut-ikut tergoda untuk bermain di negeri batik itu. Setelah Piala Dunia 2022, banyak pesepakbola Eropa dan Amerika tergoda untuk mencicipi stadion-stadion raksasa di negeri batik.

Jambe kemudian, membuka catatannya tentang penyelidikannya tadi tentang penipuan. Ia berpendapat bahwa pihak lelaki (tersangka) menipu kekasihnya (korban) dengan alasan ingin mencoba mengetes, istilahnya, sebesar apa cintanya pada dirinya.

“Hah, para detektif senior itu sok. Ga percaya ama teori beta!”

Sebenarnya tidak ada bukti empirik yang membuktikan bahwa para detektif senior yang ikut dalam penyelidikan, tidak percaya pada teori Jambe. Hanya saja ketika Jambe mengemukakan pendapatnya, para detektif itu hanya senyum-senyum, memandangnya dengan nuansa merendahkan.

“Hah, kalo guwe tidak ingat ibu di rumah, beta pulang sekarang jua! Mereka itu sok, mentang-mentang lebih pinter, memandang saya seperti awak ini orang paling bego ndak ber-use.”

Begitulah Jambe. Ia terus bermimpi menjadi detektif terkenal yang dapat memecahkan kasus-kasus berat dan bersanding dengan Sherlock Holmes, Hercule Poirot, Alfred Hitchcock, Shinici Kudo, dan Kindaichi. Tak juga lupa dengan Agen Polisi Kosasih.
Sementara ibunya menunggu di rumah. Sudah tiga hari Jambe tidak pulang. Ibunya sudah rindu dengan gelas atau piring pecah yang disebabkan oleh anak sulungnya itu.

(TAMAT)


Pondok Hijau Permai Bekasi, 29 menjelang 30 Oktober 2009


© Hak cipta dilindungi Allah SWT. Diperkenankan untuk menyebarluaskan kepada sesama manusia selama mencantumkan nama pengarang, demi kemaslahatan umat.
Bagi yang mengakui karya ini sebagai karyanya atau sebagai karya yang bukan penulis aslinya, saya sumpahin bokek, tidak punya duit selama tujuh windu.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

haha, ga ngerti gue..